All the information is adapted from a book with title Manik-Manik di Indonesia (Beads In Indonesia). This hardcover book was published in 1993. And it seem to be rare book. We hope the author of the book doesn't mind if the contents of his book to be rewritten on this blog.
- Hardcover: 164 pages
- Publisher: Djambatan; Second edition (1993)
- Authors : Sumarah Adhyatman & Redjeki Arifin
- Language: Indonesia & English
- ISBN-10: 9794281697
- ISBN-13: 978-9794281697
PRAKATA
PREFACE
Kami menyambut gembira buku edisi kedua ini yang berarti adanya perhatian dan minat khalayak ramai yang cukup besar akan perihal manik manik yang ditemukan di Indonesia. Dalam cetakan kedua ini kami telah adakan beberapa koreksi yang kami anggap perlu. Namun yang penting adalah bahwa kami berhasil untuk menambahkan data dan foto mengenai manik manik hasil ekskavasi arkeologis yang telah dilakukan oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional didua situs. Situs pertama adalah Plawangan, Jawa Tengah, sebuah situs prasejarah dan yang kedua adalah di Banten, Jawa Barat, situs dari masa klasik. Data ini cukup penting karena menopang dan mengkonfirmasi dugaan dugaan mengenai pertanggalan beberapa jenis manik yang telah kami temukan sebelumnya dalam edisi pertama.
We are very pleased with the publication of this second edition which is evidence of the great attention for and the attraction of beads found in Indonesia. In this second edition we have made some corrections which we deemed necessary. But most important is that we have succeeded in adding data and photographs of beads from archaeological excavations undertaken by the National Research Center of Archaeology in two sites. The first site is in Plawangan, Central Java, a prehistorical site, and the second is in Banten West Java, a site from the classical period. This data is important because it supports and confirms our suppositions of the dating of several types of beads which we have forwarded in the first edition.
Sejak akhir tahun 1970-an, dipasar loak jalan Surabaya, Jakarta, kita dapat mengamati untaian manik tua dari batu dan kaca dalam jumlah yang besar. Sebagian besar datang dari Jawa Timur. Gejala ini disebabkan karena permintaan yang diciptakan para kolektor asing dan pedagang benda seni yang telah tahu akan kegemaran terakhir : manik tua. Manik antik tidak saja menjadi benda yang diincar kolektor tetapi juga merupakan aksesoris yang berharga. Dipakai dengan pembatas dan anting dari emas atau perak, manik dengan bangga dipakai oleh wanita wanita yang peka terhadap mode mutakhir.
Since the late 1970's, at the flea market in jalan Surabaya, Jakarta, one can observe strings of antique stone and glass beads in great quantities. The majority came from East Java. This phenomenon was caused because of the demand created by foreign collectors and art dealers who were already informed about the latest craze : old beads. Old beads became not only a collectors item but are also valuable accessories. Worn with gold or silver spacers and pendants they are proudly worn by ladies sensitive to the latest fashion.
Kami mulai sadar akan kegemaran terakhir ini baru bulan november 1987 ketika di Jakarta diselenggarakan sebuah pameran manik yang disponsori oleh Kedutaan Besar Filipina. Manik manik yang sudah diuntai menjadi kalung itu kemudian dijual dengan harga tinggi. Promosi penjualan dengan cara demikian akan merangsang permintaan akan manik antik sehingga cepat akan menghilang dari pasaran Indonesia.
We started to become aware of this latest craze only in november 1987 when a bead exhibition was mounted in Jakarta sponsored by the Embassy of the Philippines. The beads already stringed in necklaces were afterwards sold for high prices. Sales promotion of this kind will stimulate the demand for old beads which will quickly disappear from the Indonesia market.
Karena kepustakaan mengenai manik tua yang ditemukan di Indonesia tidak banyak dan tercerai berai, kami khawatir bahwa bahan bahan serta keterangan yang berharga akan hilang untuk selamanya bagi generasi mendatang. Di Indonesia, manik selalu dihubungkan dengan penduduk di Kalimantan dan Nusa Tenggara Timur yang memakainya pada berbagai upacara. Banyak orang juga percaya bahwa semua manik itu diimpor. Sedikit orang menyadari bahwa tradisi yang berhubungan dengan manik juga ada di Jawa dan Sumatera dan banyak manik antik yang khas dan indah, sebenarnya pada milenium pertama tarikh masehi sudah dibuat di Indonesia.
As literature on old beads found in Indonesia is scarce and scattered, we were concerned that valuable information and material will be lost forever for posterity. Beads in Indonesia are always related to the population in Kalimantan and East Nusa Tenggara who are wearing them on several ceremonies. Many people also believe that all the beads were imported. Few are aware that the traditions connected with beads also existed in Java and Sumatera and that many unique and beautiful antique beads were actually produced in Indonesia, in the first millennium AD.
Oleh sebab itu sebuah buku tentang manik akan memenuhi dua tujuan. Yang pertama adalah menyumbang pengetahuan tentang aneka ragam manik yang ditemukan di Indonesia sejak zaman prasejarah hingga kini dan mendokumentasikannya untuk acuan kemudian hari. Namun dalam hal ini kita menghadapi suatu dilema. Alasan yang absah adalah bahwa buku buku tentang benda tua akan merangsang permintaan akan benda bersangkutan dan akan menaikkan harganya. Para ahli purbakala karenanya mengkhawatirkan pengrusakan lebih banyak lagi terhadap tempat tempat bersejarah melalui penggalian liar. Akan tetapi permintaan yang tak terpuaskan dari pihak kolektor internasional dan pedagang benda seni terhadap benda tua Indonesia akan berjalan terus. Kenyataan menunjukkan bahwa tindakan tindakan pencegahan yang ada tidak memadai.
We started to become aware of this latest craze only in november 1987 when a bead exhibition was mounted in Jakarta sponsored by the Embassy of the Philippines. The beads already stringed in necklaces were afterwards sold for high prices. Sales promotion of this kind will stimulate the demand for old beads which will quickly disappear from the Indonesia market.
Karena kepustakaan mengenai manik tua yang ditemukan di Indonesia tidak banyak dan tercerai berai, kami khawatir bahwa bahan bahan serta keterangan yang berharga akan hilang untuk selamanya bagi generasi mendatang. Di Indonesia, manik selalu dihubungkan dengan penduduk di Kalimantan dan Nusa Tenggara Timur yang memakainya pada berbagai upacara. Banyak orang juga percaya bahwa semua manik itu diimpor. Sedikit orang menyadari bahwa tradisi yang berhubungan dengan manik juga ada di Jawa dan Sumatera dan banyak manik antik yang khas dan indah, sebenarnya pada milenium pertama tarikh masehi sudah dibuat di Indonesia.
As literature on old beads found in Indonesia is scarce and scattered, we were concerned that valuable information and material will be lost forever for posterity. Beads in Indonesia are always related to the population in Kalimantan and East Nusa Tenggara who are wearing them on several ceremonies. Many people also believe that all the beads were imported. Few are aware that the traditions connected with beads also existed in Java and Sumatera and that many unique and beautiful antique beads were actually produced in Indonesia, in the first millennium AD.
Oleh sebab itu sebuah buku tentang manik akan memenuhi dua tujuan. Yang pertama adalah menyumbang pengetahuan tentang aneka ragam manik yang ditemukan di Indonesia sejak zaman prasejarah hingga kini dan mendokumentasikannya untuk acuan kemudian hari. Namun dalam hal ini kita menghadapi suatu dilema. Alasan yang absah adalah bahwa buku buku tentang benda tua akan merangsang permintaan akan benda bersangkutan dan akan menaikkan harganya. Para ahli purbakala karenanya mengkhawatirkan pengrusakan lebih banyak lagi terhadap tempat tempat bersejarah melalui penggalian liar. Akan tetapi permintaan yang tak terpuaskan dari pihak kolektor internasional dan pedagang benda seni terhadap benda tua Indonesia akan berjalan terus. Kenyataan menunjukkan bahwa tindakan tindakan pencegahan yang ada tidak memadai.
A book on beads would therefore serve two purposes. The first is to contribute knowledge on the variety of beads found in Indonesia from prehistory until the present, and to document them for future reference. However here we are facing a dilemma. A valid reason is that book on ancient objects will stimulate the demand for the objects concerned and will increase their price. Archaeologists thus fear the damaging of more historical sites by illegal digging. But the insatiable demand by international collectors and art dealers for Indonesia antiques will continue, and as the reality shown, the existing preventing measures are inadequate.
Tujuan kedua adalah dengan menjadikan orang Indonesia insaf akan berbagai aspek menarik dari manik antik yang dijual bebas dipasar, para kolektor setempat akan terangsang seperti kini ternyata bahwa banyak yang ingin menambah pengetahuan mereka tentang benda benda bersejarah dari Indonesia. Dengan demikian mereka menjadi lebih sadar akan kemampuan artistik dan budaya canggih orang Indonesia dahulu kala. Seperti dengan tepat dikatakan oleh Prof. Dr. R.P. Soejono : "Sense of belonging sewajarnya dimiliki oleh masyarakat yang ingin membangun pribadinya, seperti halnya pada masyarakat bangsa kita dewasa ini. Setidak tidak kemauan untuk memelihara dan melestarikan benda benda peninggalan kita harus dimiliki oleh masyarakat dalam rangka pembangunan pribadi bangsa."
Para kolektor setempat dapat pula dianggap sebagai benteng budaya terhadap laju arus ke luar negeri dari banyak benda bersejarah.
The second purpose is that by making Indonesians aware of the interesting aspects of old beads sold freely on the market, local collectors will be stimulated as at present there are many who are eager to know more about Indonesian historical objects. In this way, they become more conscious of the artistic abilities and sophisticated culture of early Indonesians. As Prof. Dr. R.P. Soejono has aptly noted : "A society who wants to build up its identity should have a sense of belonging, at least a willingness to maintain and preserve our historical artifacts."
Local collectors may also be regarded as a cultural barrier against the flight abroad of many historical objects.
Kami sadar bahwa sebuah buku pertama tentang pokok bahasan apa saja, khususnya tentang manik tua, mempunyai banyak kekurangan. Tujuan utama kami adalah mendokumentasikan aneka ragam manik yang ditemukan disini dan menyajikan datanya yang telah dihimpun hingga sekarang. Dalam hubungan ini kami dengan leluasa mengambil kutipan dari tulisan tulisan peneliti Indonesia maupun asing, khususnya karya karya dari Dr. Peter Francis Jr. Kepala Pusat Penelitian Manik di Amerika Serikat.
We are aware that a first book on any subject, especially on old beads, has many short-comings. Our main aim is to document the various beads found here and to present the data which have been compiled up to the present. In this respect we have freely drawn on the writings of Indonesian and foreign researchers, especially on the works by Dr. Peter Francis Jr. Head of the Center for Bead Research in the United States.
Alasan kedua membuat buku ini adalah bahwa buku ini menjadi dapat model bagi kerajinan manik yang baru tumbuh di Jawa. Sebagaimana halnya dengan lain benda antik populer seperti keramik, buku buku dapat merangsang pasar, bukan saja untuk benda tua itu sendiri tetapi juga untuk tiruannya. Contoh yang baik adalah tiruan India dari manik kaca Venesia (Italia) yang dibuat di India sejak pertengahan abad ke-20.
The second reason for making this book is that it may serve as a model for the fledging bead handicraft in Java. As in the case with other popular antique like ceramics, books can stimulate the market, not only for the old pieces but also for their copies. A good example is the popularity of Indian copies of Italian Venetian glass beads which were made in India since the middle of the 20th century.
Mudah dan murah tersedianya bahan dan perkakas disertai adanya peluang masuk ke pasar, menjadikan pembuatan manik kaca suatu usaha yang memberi harapan dan sudah tentu menguntungkan industri rumah didesa desa. Kemudahan membawanya serta harganya yang rendah menjadikannya mata dagangan yang dicari cari. Keberadaan industri manik setempat juga berarti suatu kesinambungan dari suatu keahlian kuno.
The cheap and easy availability of the material and tools combined with an access to the market makes the manufacture of glass beads a promising handicraft which can only benefit the home industry in the villages. Their portability and low prices will make them a coveted trade item. The existence of a local bead industry will also mean a continuantion of an old craft.
Dalam buku ini, pengantar serta penggambaran dari manik sampai 1300M ditulis oleh Sumarah Adhyatman, sedangkan Redjeki Arifin menulis bab mengenai ragam teknik pembuatan manik dan penggambarannya dari 1400M hingga zaman modern.
In this book, the introduction and the descriptions of the beads up to AD 1300 were written by Sumarah Adhyatman, while Redjeki Arifin did the chapter on the bead techniques and the descriptions of the beads from AD 1400 up to modern.
Agar liputan pengkajian lebih luas, maka disamping dari koleksi kami pribadi, kami telah tampilkan sejumlah manik dari beberapa museum dan dari koleksi teman teman kami. Guna kelanjutan penelitian manik, kami telah mengunjungi berbagai museum di luar negeri, di London, Amsterdam, Murano, Venesia, Mesir, Cina, Vietnam dan Serawak, demikian pula tempat tempat manik di Kalimantan dan Jawa Timur. Foto foto dari berbagai tempat, kecuali disebut lain dibuat oleh penulis.
To make a more comprehensive study, next to the beads in our collection, we have included pieces from several museums and from the collection of our friends. For a futher study of beads we have visited several foreign museums in London, Amsterdam, Murano, Venice, Egypt, China, Vietnam and Sarawak, also bead sites in Kalimantan and East Java. The photographs of several sites, if not otherwise mentioned, were made by the authors.
Banyak bantuan telah kami terima menjelang penerbitan buku ini. Kami mengucapkan terima kasih sebesar besarnya kepada semua teman dan lembaga yang dengan bermurah hati memberi saran dan telah meminjamkan manik manik mereka untuk difoto. Terima kasih khusus ditujukan kepada Dr. Peter Francis Jr. untuk bimbingannya yang sangat berarti dan bagi kesediaannya menulis kata pengantar untuk buku kami ini. Juga kepada Ibu Rina Yunus yang membuat gambar gambar manik.
Many assistance was received towards the publication of this book. We would like to thank warmly all our friends and institutions who have helped freely with advice and have lent their pieces for photographs. A special note of thanks goes to Dr. Peter Francis Jr. for his valuable guidance and for his willingness to make a foreword to our book. Also to Mrs. Rina Yunus who did the drawings of the beads.
Kami mengucapkan terima kasih yang sedalam dalamnya atas kemurahan hati para sponsor kami, khususnya kepada Prof. Dr. Mochtar Kusuma Atmadja yang juga telah bersedia menulis sebuah pengantar. Tanpa bantuan keuangan merka, buku ini tak mungkin mencapai tingkat penyajiannya yang sekarang ini. Kami sangat berhutang kepada suami kami yang telah memberikan bantuan dan dorongan semangat dan kepeda merekalah buku ini kami persembahkan. Kepada Kim Adhyatman yang telah membantu kami sepanjang pembuatan buku ini, dan untuk mengenang Dick Arifin, yang telah mencetuskan perhatian isterinya kepada manik lama dengan membawa pulang seuntai manik dari Ujung Pandang pada tahun 1978.
We express deep gratitude for the generosity of our sponsors, especially to Prof. Dr. Mochtar Kusuma Atmadja who also consented to write a foreword. WIthout their financial support this book would not reach its present appearance. We owe much to our husbands from whom we have received many encouragement and assistance, and to whom we dedicate this book. To Kim Adhyatman, who has helped us throughout the making of this book, and in memory of Dick Arifin, who started his wife's interest in old beads by bringing a string home from Ujung Pandang in 1978.
Kami berharap dengan tulus bahwa penerbitan pertama tentang manik yang ditemukan di Indonesia ini, dengan segala kekurangannya, akan merupakan sumbangan yang bermanfaat bagi kepustakaan mengenai manik di Indonesia dan akan menggalakkan penelitian dibiadang ini.
We sincerely hope that this first publication on beads found in Indonesia, with all its limitations, will be a useful contribution to the literature on beads in Indonesia and will stimulate research in this field.
Para Penulis
The Authors
Para kolektor setempat dapat pula dianggap sebagai benteng budaya terhadap laju arus ke luar negeri dari banyak benda bersejarah.
The second purpose is that by making Indonesians aware of the interesting aspects of old beads sold freely on the market, local collectors will be stimulated as at present there are many who are eager to know more about Indonesian historical objects. In this way, they become more conscious of the artistic abilities and sophisticated culture of early Indonesians. As Prof. Dr. R.P. Soejono has aptly noted : "A society who wants to build up its identity should have a sense of belonging, at least a willingness to maintain and preserve our historical artifacts."
Local collectors may also be regarded as a cultural barrier against the flight abroad of many historical objects.
Kami sadar bahwa sebuah buku pertama tentang pokok bahasan apa saja, khususnya tentang manik tua, mempunyai banyak kekurangan. Tujuan utama kami adalah mendokumentasikan aneka ragam manik yang ditemukan disini dan menyajikan datanya yang telah dihimpun hingga sekarang. Dalam hubungan ini kami dengan leluasa mengambil kutipan dari tulisan tulisan peneliti Indonesia maupun asing, khususnya karya karya dari Dr. Peter Francis Jr. Kepala Pusat Penelitian Manik di Amerika Serikat.
We are aware that a first book on any subject, especially on old beads, has many short-comings. Our main aim is to document the various beads found here and to present the data which have been compiled up to the present. In this respect we have freely drawn on the writings of Indonesian and foreign researchers, especially on the works by Dr. Peter Francis Jr. Head of the Center for Bead Research in the United States.
Alasan kedua membuat buku ini adalah bahwa buku ini menjadi dapat model bagi kerajinan manik yang baru tumbuh di Jawa. Sebagaimana halnya dengan lain benda antik populer seperti keramik, buku buku dapat merangsang pasar, bukan saja untuk benda tua itu sendiri tetapi juga untuk tiruannya. Contoh yang baik adalah tiruan India dari manik kaca Venesia (Italia) yang dibuat di India sejak pertengahan abad ke-20.
The second reason for making this book is that it may serve as a model for the fledging bead handicraft in Java. As in the case with other popular antique like ceramics, books can stimulate the market, not only for the old pieces but also for their copies. A good example is the popularity of Indian copies of Italian Venetian glass beads which were made in India since the middle of the 20th century.
Mudah dan murah tersedianya bahan dan perkakas disertai adanya peluang masuk ke pasar, menjadikan pembuatan manik kaca suatu usaha yang memberi harapan dan sudah tentu menguntungkan industri rumah didesa desa. Kemudahan membawanya serta harganya yang rendah menjadikannya mata dagangan yang dicari cari. Keberadaan industri manik setempat juga berarti suatu kesinambungan dari suatu keahlian kuno.
The cheap and easy availability of the material and tools combined with an access to the market makes the manufacture of glass beads a promising handicraft which can only benefit the home industry in the villages. Their portability and low prices will make them a coveted trade item. The existence of a local bead industry will also mean a continuantion of an old craft.
Dalam buku ini, pengantar serta penggambaran dari manik sampai 1300M ditulis oleh Sumarah Adhyatman, sedangkan Redjeki Arifin menulis bab mengenai ragam teknik pembuatan manik dan penggambarannya dari 1400M hingga zaman modern.
In this book, the introduction and the descriptions of the beads up to AD 1300 were written by Sumarah Adhyatman, while Redjeki Arifin did the chapter on the bead techniques and the descriptions of the beads from AD 1400 up to modern.
Agar liputan pengkajian lebih luas, maka disamping dari koleksi kami pribadi, kami telah tampilkan sejumlah manik dari beberapa museum dan dari koleksi teman teman kami. Guna kelanjutan penelitian manik, kami telah mengunjungi berbagai museum di luar negeri, di London, Amsterdam, Murano, Venesia, Mesir, Cina, Vietnam dan Serawak, demikian pula tempat tempat manik di Kalimantan dan Jawa Timur. Foto foto dari berbagai tempat, kecuali disebut lain dibuat oleh penulis.
To make a more comprehensive study, next to the beads in our collection, we have included pieces from several museums and from the collection of our friends. For a futher study of beads we have visited several foreign museums in London, Amsterdam, Murano, Venice, Egypt, China, Vietnam and Sarawak, also bead sites in Kalimantan and East Java. The photographs of several sites, if not otherwise mentioned, were made by the authors.
Banyak bantuan telah kami terima menjelang penerbitan buku ini. Kami mengucapkan terima kasih sebesar besarnya kepada semua teman dan lembaga yang dengan bermurah hati memberi saran dan telah meminjamkan manik manik mereka untuk difoto. Terima kasih khusus ditujukan kepada Dr. Peter Francis Jr. untuk bimbingannya yang sangat berarti dan bagi kesediaannya menulis kata pengantar untuk buku kami ini. Juga kepada Ibu Rina Yunus yang membuat gambar gambar manik.
Many assistance was received towards the publication of this book. We would like to thank warmly all our friends and institutions who have helped freely with advice and have lent their pieces for photographs. A special note of thanks goes to Dr. Peter Francis Jr. for his valuable guidance and for his willingness to make a foreword to our book. Also to Mrs. Rina Yunus who did the drawings of the beads.
Kami mengucapkan terima kasih yang sedalam dalamnya atas kemurahan hati para sponsor kami, khususnya kepada Prof. Dr. Mochtar Kusuma Atmadja yang juga telah bersedia menulis sebuah pengantar. Tanpa bantuan keuangan merka, buku ini tak mungkin mencapai tingkat penyajiannya yang sekarang ini. Kami sangat berhutang kepada suami kami yang telah memberikan bantuan dan dorongan semangat dan kepeda merekalah buku ini kami persembahkan. Kepada Kim Adhyatman yang telah membantu kami sepanjang pembuatan buku ini, dan untuk mengenang Dick Arifin, yang telah mencetuskan perhatian isterinya kepada manik lama dengan membawa pulang seuntai manik dari Ujung Pandang pada tahun 1978.
We express deep gratitude for the generosity of our sponsors, especially to Prof. Dr. Mochtar Kusuma Atmadja who also consented to write a foreword. WIthout their financial support this book would not reach its present appearance. We owe much to our husbands from whom we have received many encouragement and assistance, and to whom we dedicate this book. To Kim Adhyatman, who has helped us throughout the making of this book, and in memory of Dick Arifin, who started his wife's interest in old beads by bringing a string home from Ujung Pandang in 1978.
Kami berharap dengan tulus bahwa penerbitan pertama tentang manik yang ditemukan di Indonesia ini, dengan segala kekurangannya, akan merupakan sumbangan yang bermanfaat bagi kepustakaan mengenai manik di Indonesia dan akan menggalakkan penelitian dibiadang ini.
We sincerely hope that this first publication on beads found in Indonesia, with all its limitations, will be a useful contribution to the literature on beads in Indonesia and will stimulate research in this field.
Para Penulis
The Authors
on May 22nd 2012
Now it is time to see how the jewelry designers create something beautiful using java beads or Indonesia beads. These jewelleries are undeniably chic, classic and etnic.
...by Khatulistiwa Jewelry...
...by Yunikua Art...
...by Lorelei Eurto Jewelry...
...by D' Laila...
...by Nedjma Bazaar...
... by Bunda Accesories Creation...
...by The Hemp Butterfly...
No comments:
Post a Comment